Kamis, 19 Mei 2011

KEBAKARAN HUTAN

Hutan merupakan sumber daya alam yang mempunyai nilai penting bagi kehidupan manusia, baik sebagai sumber devisa negara, sunber ilmu pengetahuan, sumber plasma nutfah, sunber keindahan dan rekreasi. Untuk melestarikan keberadaannya, upaya perlindungan dan pengamanannya dari setiap gangguan hutan perlu dilakukan secara sungguh-sungguh. Salah satu gangguan cukup serius dan dampaknya tidak hanya dirasakan di Bumi Indonesia sendiri, tetapi juga dirasakan oleh tetangga-tetangga ialah kebakaran hutan. Berdasarkan pemantauan Dirjen. PHPA setiap tahunnya tidak kurang dari 25.000 Ha hutan terbakar. Beberapa diantara terdapat kebakaran hutan yang cukup luas misalnya pada tahun 1982/1083 di Kalimantan Timur kurang lebih 3,6 juta ha hutan musnah dengan kerugian sekitar 2 Triliun Rupiah, Demikian pula kejadian kebakaran hutan di Bukit Soeharto pada tahun 1987 dan 1991/1992.(Departemen Kehutanan,1995).

Menurut Kimmins, 1997, Pada dasarnya kejadian kebakaran seperti tersebut diatas sebagai akibat menyatunya faktor penyulut yang berupa api, bahan bakar yang berada dilapangan baik dalam bentuk tegakan kayu, belukar atau perdu, sisa daun, ranting atau tonggak bekas tebangan, batu bara dan gambut yang dilihat dari volume dan potensinya yang tinggi. Disamping itu factor pendukung yang lain ialah kondisi iklim dan topografi. Sumber api pada umumnya di indonesia bersumber dari kelalaian atau kecerobohan manusia dalam menggunakan api untuk aktivitas sehari-hari seperti perladangan atau pertanian, pengembalaan ternak, merokok, menggunakan obor pada waktu berwisata atau memasak dan pembukaan lahan.

Menurut Sulthoni, (1999) sebagai akibat kelalaian dan kecorobohan dalam menggunakan api dilapangan, disisilain bahan bakar tertumpuk dilantai hutan, ditambah pula factor iklim dalam kondisi kemarau panjang, cukuplah ketiga factor tersebut melalap hutan kita. Akibat dari peristiwa kebakaran hutan yang terjadi apa yang padat dirasakan. Macam-macam kejadian atau kerugian dapat terjadi baik yang bersifat langsung dapat dihitung dalam bentuk kerugian rupiah maupun kerugiaan-kerugian yang tidak langsung.





Beberapa contoh misalnya:

1.       Dampak terhadap ekonomi
          -        Gangguan terhadap lalu lintas udara,laut,dan darat akibat kabut
                   Atau awan tebal yang timbul akibat kebakaran.
-                     Kerusakan terhadap infra struktur yang ada.
-                     Hilangnya Sumber Daya Alam dalam bentuk flora,fauna dan mikroba tanah.


2.       Dampak terhadap lingkungan
          -        Pencemaran udara dan air
          -        Kerusakan sifat fisik dan kimia tanah.
          -        Terjadi erosi,banjir bandang dibeberapa tempat.
          -        Perubahan iklim yang menyolok sehingga mengakibatkan
                   reaksi terhadap rumah kaca dan panas bumi meningkat.


3.       Dampak Sosial dan Budaya
-                     Menimbulkan gangguan terhadap kesehatan manusia dalam
berbagai bentuk akibat pencemaran lingkungan.
-                     Sumber penghasilan dan mata pencaharian bagi masyarakat
sekitar hutan dalam bentuk kerajinan yang bersifat tradisional musnah karena sumber daya hutannya rusak.
-                     Sumber pendidikan, dan rekreasi yang sangat menarik bagi
parawisata maupun dalam negeri musnah.



4.       Dampak Politik
          -        Akibat perubahan iklim yang drastis dirasakan pula oleh
                   Negara tetangga seperti Negara Malaysia,Philipina dan
                   Australia dalam hal kemacetan peredaan lalu lintas
                   udara,laut dan kesehatan.
-                     Peningkatan panas bumi sebagai akibat terganggunya gas CO2.




Dari beberapa penaksiran kerugian dalam bentuk rupiah sangat bervariasi nilainya tergantung pada jenis komoditas yang ada,umur,serta cara perhitungannya misalnya kebakaran hutan di perum Perhutani Jawa Barat tahun 1991 seluas 3.152,428 ha ditaksir kerugian sebasar Rp 41.442.717.000 atau Rp. 13.146.285,02 perhektarnya. Sedangkan kebakaran hutan dari 1987 sampai 1992 total 46,243 ha dengan nilai Rp. 329.702.000 atau Rp. 7.129.711 perhektarnya.


Berdasarkan pemantauan Direktorat Perlindungan Hutan selama 4 tahundalam pelita 5 yaitu tahun 1998 sampai 1988 sampai dengan 1992 tekah terjadi kebakaran hutan seluas 190.884,30 ha atau 47.721,075 ha pertahunya. Dengan perkiraan angka-angka seperti tersebut diatas dapat dibayangkan kerugian dalam bentuk uang terhitung maupun kerugian dalam bentuk lain yang tidak ternilai harganya. Bertitik tolak dari keadaan seperti tersebut diatas, muncul dalam pemikiran untuk mengetahui sejauh mana tingkat kepedulian kita para rimbawan pengelola hutan khususnya dan masyarakat pada umumnya dalam berpartisipasi terhadap kegiatan perlindungan hutan dan pengendalian kebakaran khususnya guna melestasikan keberadaan hutan kita


Kebakaran merupakan faktor okologi potensial yang mempengaruhi hampir semua ekosistem daratan, walau hanya terjadi pada frekuensi yang sangat jarang. Pengaruh api terhadap ekosistem ditentukan oleh frekuensi intensitas dan tipe kebakaran yang terjadi serta kondisi lingkungan. Api yang terjadi didalam hutan dapat menimbulkan kerusakan yang besar, tetapi dalam kondisi tertentu pembakaran hutan, sehingga tujuan pengelolahan dan fungsi hutan tidak tercapai. Asap tebal yang terjadi akibat kebakaran hutan juga menimbulkan gangguan terhadap kehidupan yang lebih luas. Luka-luka pada pohon yang lemah akibat kebakaran memberikan peluang lebih tinggi dari pada penyebab kerusakan lain terutama hama dan penyakit.


Secara tradisional pembakaran hutan telah lama dimanfaatkan yaitu pada praktek perladangan berpindah yang dilakukan oleh masyarakat adat dalam hutan. Dalam beberapa dasa waras terakhir ini pembakaran hutan mulai banyak masukan sebagi salah satu pilihan dalam tindakan silvikultur dibeberapa negeri, walaupun masih banyak dampak negative akibat pembakaran yang belum diatasi terutama terhadap kualitas lingkungan hidup.


Kebakaran, walupun terjadi pada frekuensi yang jarang, menimbulkan perubahan kondisi lingkungan yang radikal dalam waktu singkat,sehingga mampu mengubah komposisi vegetasi penyusun ekossitem. Hutan Eucalyptus akan hilang dan tumbuh jenis tumbuhan baru yaitu Nothofagus dan paku-pakuan (Diksonia)


Sejarah pemanfatan hutan juga menunjukan bahwa api telah digunakan manusia sebagai alat bantu. Misalnya untuk pembersihan lahan pertanam pada system bercocok tanam berladang pindah. Pembangunan hutan tanaman industri Di Indonesia yang berasal dari hutan tidak produksi pernah memanfaatkan api untuk persiapan pembersihan lahan dari dominasi vegetasi sekunder sebelum penanaman dilakukan. Pembakaran terkendali telah dilakukan untuk memberikan peluang bagi keberhasilan permudaan alam dan pemecahan sifat dormansi biji.


Kebakaran dalam hutan dapat terjadi bila sedikitnya tersedia tiga komponen yaitu bahan bakar, oksigen atau udara, dan penyalaan api. Seluruh komponen tersebut sebagi bahan bakar, baik sendiri maupun secara komulatif. Ditentukan oleh jumlah kondisi terutama kaar airnya dan penyebaran dalam hutan.


Pohon-pohon penyulutan hutan yang merupakan bagian terbesar dari komponen hutan yang dapat berperan sebagai bahan bakar, mempunyai potensi dan kemudahan terbakar yang sangat bervariasi, perbedaan kemudahan terbakar tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan jenis atau komposisi jenis tanaman. Jenis-jenis pohon berdaun lebar lebih sulit terbakar dibanding pohon berdaun jarum yang banyak mengandung resin.


Komponen kedua dari proses kebakaran hutan adalah tersedianya oksigen. Oksigen pada umumnya tersedia dalam kondisi melimpah pada bagian hutan diatas permukaan tanah, misalnya pada lapisan tajuk, lapisan batang dan lapisan tumbuhan bawah. Di dalam terasa yang tidak padat juga terdapat udara yang cukup banyak. Sedangkan pada bagian-bagian hutan yang lain seperti dalam lapisan gambut, dalam ruang perakaran, oksigen tersedia dalam jumlah yang sangat terbatas Ketersedian oksigen dalam proses kebakaran hutan akan sangat menentukan timbulnya penyalaan api. Bila kondisi oksigen yang melimpah pada saat kebakaran hutan terjadi, maka kebakaran akan disertai nyala api besar. Sebaliknya jika ketersediaan oksigen terbatas, maka kebakaran hutan tidak menimbulkan nyala api, misalnya kebakaran gambut.


Komponen ketiga yaitu adanya penyalaan api yang dalam hutan dapat terjadi secara alami, misalnya akibat petir dan gejala vulkanik, sumber penyalaan api lain dapat berasal dari pengangkutan, pembersihan lapangan pertanaman, atau kegiatan manusia lainnya. Terdapat kolerasi antara pusat-pusat pemukiman penduduk di sekitar hutan dengan timbulnya sumber api.


Kemudahan bahan terbakar komponen hutan dalam kebakaran hutan ditentukan oleh jumlah dan persebaran, kadar air serta kandungan bahan tertentu (misalnya resin). Beberapa istilah teknis yang biasanya digunakan untuk menilai kebakaran hutan diantaranya adalah intensitas, tingkat kerusakan (severity), dan laju penyebaran. Kimmins (1997) mendifinisikan severity sebagai tingkat pengaruh kebakaran terhadap bahan organik. Intensitas digunakan untuk pengertian laju energi yang di keluarkan oleh kebakaran hutan sedangkan laju penyebaran adalah kecepatan ujung api bergerak searah dengan angin.


Apabila kondisi bahan bakar dan cuaca memungkinkan terjadinya penyalaan api dan kebakaran hutan terjadi, dikenal 3 tipe kebakaran hutan yaitu apai permukaan, api tajuk dan api dalam tanah.

Pengaruh dari merugikan dari kebakaran hutan dapat terjadi oleh energi panas dan asap yang ditimbulkan. Kebakaran menimbulkan kerusakan langsung terhadap seluruh komponen penyusun hutan.
Faktor-faktor yang menentukan tingkat kerusakan yang terjadi akibat kebakaran hutan yaitu:

1.       Jumlah dan sifat bahan yang terbakar
2.       Kadar bahan bakar
3.       Kecepatan angin
4.       Topografi dan
5.       Tipe penutupan tajuk.




Bencana kebakaran hutan dan lahan merupakan permasalahan yang serius yang harus dihadapi setiap tahun pada musim kemarau. Persepsi dan pendapat masyarakat yang berkembang tentang peristiwa kebakaran yang sering terjadi belakangan ini hádala bahwa kebakaran tersebut terjadinya didalam hutan semata,padahal sesungguhnya peristiwa tersebut dapat saja terjadi diluar kawasan hutan. Kebakaran hutan terjadi tidak hanya dilahan kering tetapi jug bisa dilahan basah seperti lahan gambut, terutama pada musim kemarau dimana lahan gambut tersebut mengalami kekeringan.
Kebakaran hutan dan lahan merupakan masalah yang harus dikendalikan karena:


1.       Hampir selalu terjadi setiap tahun.
2.       Memusnahkan areal hutan dan lahan yang luas.
3.       Dampak lingkungan dan kesehatan Sanga besar.
4.       Musnahnya keanekaragaman hayati.
5.       Hilangnya Poteni Ekonomi,Investasi dan Lapangan kerja.
6.       Terganggunya Hubungan Luar Negeri.
7.       Segabian besar akibat faktor hutan dan lahan.

Berbagai study kebakaran hutan sudah banyak dilakukan, tetapi belum banyak kemajuan yang dicapai untuk mengatasi masalah kebakaran hutan dan lahan terutama kebakaran hutan di lahan gambut.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar